Selasa, 08 September 2015

Gadget, Mata, dan Kesehatan Psikologis Anak

(tulisan ini draft sebelum di muat di Majalah Kartini edisi khusus, judulnya lupa... hehehehe)

Membatasi dan Membekali Anak Dengan Pengetahuan Tentang Mata
Sejak pertama kali bisa meraih dan menggenggam sesuatu, perangkat elektronik seperti smartphone dan tablet selalu menarik perhatiaannya. Ketika Anda memutuskan untuk memberikannya, maka selanjutnya anak akan selalu memintanya. Lebih lagi jika anak sudah bisa berinteraksi dengan perangkat tersebut, maka anak akan ‘selalu’ memintanya. Jika tidak khawatir maka orang tua akan selalu memberinya.  
Hanya karena balita Anda selalu tertarik kepada tombol smartphone, layar sentuh dan televisi, bukan berarti balita Anda siap untuk menerima dampak dari alat-alat terebut. Begitu juga ketika mereka bisa memainkan atau mengoperasikannya, jangan merasa bangga karena kemampuan itu sangat natural. Akan tetapi sebaiknya Anda bersikap hati-hati terhadap dampak cahaya yang keluar dari smartphone, tablet, dan TV. Berikut beberapa alasan dan solusinya.
Anak-Anak Belum Mengenal Waktu
Coba perhatikan anak-anak saat bermain, berapapun waktu yang diberikan tak akan pernah cukup. Kapasitas power bank mereka besar. Begitu juga ketika sedang berada di depan layar bercahaya, baik itu TV, layar sentuh, smartphone, mereka tidak akan berhenti sampai ada yang menghentikannya. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan mata menjadi tegang dan stress karena menatap bidang datar yang bercahaya selama terus-menerus. Menatap layar bercahaya juga mengurangi tingkat kedip mata sehingga mata menjadi kering dan mudah teriritasi. Kelelahan tersebut tidak bisa dibandingkan dengan saat  membaca buku.
Menatap komputer dan yang lainnya tidak sama dengan membaca buku. Saat membaca, mata lebih tinggi dari buku dan buku tidak memancarkan cahaya. Cara kerja mata pun dalam kategori normal yaitu buku atau benda bisa dilihat dan dibaca oleh mata karena ada cahaya yang dipantulkan. Sedangkan pada gadget, benda itu sendiri memancarkan cahaya, yang kadang lebih terang dari cahaya ruangan. Oleh karena itu mata akan kelelahan. Apalagi ketika mata anak sensitif pada cahaya.
Kanya Aruna (6), terlihat berbeda dengan teman sebayanya karena tergantung sebuah kacamata di telinganya. Sejak kecil dia mempunyai kebiasaan menonton televisi dalam jarak yang sangat dekat. Alhasil, pada suatu hari saat penerimaan hasil evaluasi belajar, gurunya menganjurkan untuk memeriksakan Kanya ke dokter mata karena setiap diminta untuk duduk belakang selalu menolak dengan alasan tidak kelihatan. Di RS Mata Aini, orang tua Kanya bertemu dengan dokter spesialis mata anak, Dr. Adhi Wicaksono, SpM.  Betapa terkejutnya orang tua ketika mendapati daya fokus mata Kanya tinggal 20% dan harus dibantu kacamata silinder. Menurut pemeriksaan dokter Kanya harus mengenakan kacamata dengan ukuran silinder 3 selain karena paparan cahaya yang berlebihan juga karena mata Kanya sensitif terhadap cahaya. Masih menurut Dokter Adhi, sebaiknya pemeriksaan mata pada anak dilakukan pada usia 2 atau 3 tahun. Hal ini mencegah dan mengetahui apakah kondisi mata anak sehat. Jika tidak sehat maka pengobatan bisa dilakukan sejak dini.
Solusi
Orang tua harus sedikit kejam untuk membatasi waktu anak saat mereka harus berhadapan dengan layar datar. Untuk TV, gunakan teknologi timer yang ada di dalam perangkatnya, sehingga bisa diatur kapan TV harus menyala dan kapan harus mati.  Upayakan untuk memiliki tempat atau wadah Smartphone dan tablet sehingga anak tidak mudah mengakses.
Jika perangkat layar datar terpaksa harus digunakan untuk menenangkan anak saat orang tua sibuk, sebaiknya sesuaikan cahaya yang keluar atau pindahkan opsi pada setelan rendah cahaya. Setelah itu pastikan posisi tablet atau smartphone tidak berada di atas kepala anak. Satu hal penting yang harus dilakukan orang tua adalah memberitahu anak jika ada yang dirasakan kurang nyaman dengan matanya saat menggunakan tablet atau smartphone mereka harus berhenti dan memberitahukan ketidaknyamanannya tersebut kepada orang tua.
Perangkat datar bercahaya atau smartphone dan lainnya adalah sebuah produk budaya yang tidak bisa dihindari, apalagi dihalangi. Percayalah banyak hal positif jika digunakan secara bijak dan dalam pengawasan yang ketat. Bekalilah anak sejak dini dengan pengetahuan bahwa menjaga mata tetap normal adalah hal yang utama. Boleh bermain, boleh menonton, boleh menggunakan tapi harus ada batas agar mata tetap terlindungi.

Jakarta 22 Feb 2014